UU No.12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja Di Perusahaan Swasta berbunyi:
Pasal 1
(1) Pengusaha harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusanhubungan kerja.
(2) Pemutusan hubungan kerja dilarang:
a. selama buruh berhalanganmenjalankan pekerjaannya karena keadaan sakit menurut keterangan dokter selamawaktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan terus-menerus;
b. selama buruh berhalanganmenjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap Negara yang ditetapkan oleh Undang-undang atau Pemerintah atau karena menjalankan ibadatyang diperintahkan agamanya dan yang disetujui Pemerintah.
Pasal 2
Bilasetelah diadakan segala usaha pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindarkan,pengusaha harus merundingkan maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja denganorganisasdi buruh yang bersangkutan atau dengan buruh sendiri dalam hal buruhitu tidak menjadi anggota dari salah-satu organisasi buruh.
Pasal 3
(1) Bila perundingan tersebut dalam pasal 2nyata-nyata tidak menghasilkan persesuaian paham, pengusaha hanya dapatmemutuskan hubungan kerja dengan buruh, setelah memperoleh izin PanitiaPenyelsaian Perselisihan Perburuhan Daerah (Panitia Daerah), termaksud padapasal 5 Undang-undang No. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian PerselisihanPerburuhan (Lembaran-Negara tahun 1957 No. 42) bagi pemutusan hubungan kerjaperseorangan, dan dari Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat(Panitia Pusat) termaksud pada pasal 12 Undang-undang tersebut di atas bagipemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
(2) Pemutusan hubungan kerja secarabesar-besaran dianggap terjadi jika dalam satu perusahaan dalam satu bulan,pengusaha memutuskan hubungan kerja dengan 10 orang buruh atau lebih, ataumengadakan rentetan pemutusan-pemutusan hubungan kerja yang dapat menggambarkansuatu itikad untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
Pasal 4
Izintermaksud pada pasal 3 tidak diperlukan, bila pemutusan hubungan kerjadilakukan terhadap buruh dalam masa percobaan.
Lamanyamasa percobaan tidak boleh melebihi tiga bulan dan adanya masa percobaan harusdiberitahukan lebih dahulu pada calon buruh yang bersangkutan.
Pasal 5
(1) Permohonan izin pemutusan hubungan kerjabeserta alasan alasan yang menjadi dasarnya harus diajukan secara tertuliskepada Panitia Derah, yang wilayah kekuasaannya meliputi tempat kedudukanpengusaha bagi pemutusan hubungan kerja perseorangan dan kepada Panitia Pusatbagi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
(2) Permohonan izin hanya diterima olehPanitia Daerah/ Panitia Pusat bila ternyata bahwa maksud untuk memutuskanhubungan kerja telah dirundingkan seperti termaksud dalam pasal 2, tetapiperundingan ini tidak menghasilkan persesuaian paham.
Pasal 6
PanitiaDarah dan Panitia Pusat menyelesaikan permohonan izin pemutusan hubungan kerjadalam waktu sesingkat-singkatnya, menurut tata-cara yang berlaku untuk penyelesaianperselisihan perburuhan.
Pasal 7
(1) Dalam mengambil keputusan terhadappermohonan izin pemutusan hubungan kerja, Panitia Daerah dan Panitia Pusatdisamping ketentuan-ketentuan tentang hal ini yang dimuat dalam Undang-undangNo. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran-Negaratahun 1957 No. 42), memperhatikan keadaan dan perkembangan lapangan kerja sertakepentingan buruh dan perusahaan.
(2) Dalam hal Panitia Daerah atau PanitiaPusat memberikan izin maka dapat ditetapkan pula kewajiban pengusaha untukmemberikan kepada buruh yang bersangkutan uang pesangon, uang jasa dan gantikerugian lain-lainnya.
(3) Penetapan besarnya uang pesangon, uangjasa dan ganti kerugian lainnya diatur di dalam Peraturan Menteri Perburuhan.
(4) Dalam Peraturan Menteri Perburuhan itudiatur pula pengertian tentang upah untuk keperluan pemberian uang pesangon,uangjasa dan ganti kerugian tersebut di atas.
Pasal 8
Terhadappenolakan pemberian izin oleh Panitia Daerah, atau pemberian izin dengansyarat, tersebut pada pasal 7 ayat (2), dalam waktu empat belas hari setelahputusan diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan, baik buruh dan/ataupengusaha maupun organisasi buruh/atau organisasi pengusaha yang bersangkutandapat minta banding kepada Panitia Pusat.
Pasal 9
Panitia Pusat menyelesaikanpermohonan banding menurut tata-cara yang berlaku untuk penyelesaianperselisihan perburuhan dalam tingkat bandingan.
Pasal 10
Pemutusan hubungan kerja tanpaizin seperti tersebut pada pasal 3 adalah batal karena hukum.
Pasal 11
Selama izintermaksud pada pasal 3 belum diberikan, dan dalam hal ada permintaan bandingtersebut pada pasal 8, Panitia Pusat belum memberikan keputusan, baik pengusahamaupun buruh harus tetap memenuhi segala kewajibannya.
Pasal 12
Undang-undangini berlaku bagi pemutusan hubungan kerja yang terjadi diperusahaan-perusahaanSwasta, terhadap seluruh buruh dengan tidak menghiraukan status kerja mereka,asal mempunyai masa kerja lebih dari 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Pasal 13
Ketentuan-ketentuanpelaksanaan yang belum diatur di dalam Undang-undang ini ditetapkan olehMenteri Perburuhan.
Pasal 14
Undang-undang ini mulai berlakupada hari diundangkannya.
Agar supaya setiap orang dapatmengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannyadalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.
Ringkasan mengenai UU No. 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta adalah:
· Ketentuan perusahaan harus mengusahakan tidak terjadi PHK
· Larangan PHK karena sakit selama tidak melebihi 12 bulan secara terus menerus dan karena menjalankan kewajiban Negara dan ibadah agama
· Kewajiban pengusaha merundingkan maksud PHK kepada serikat buruh/buruh
· PHK hanya dengan izin P4D/P
· PHK tanpa izin batal karena hukum
· Selama belum ada izin pengusaha dan buruh harus menjalankan kewajiban
Studi kasus berasal dari artikel Kompas yaitu
PHK di Jabar Capai 20.000 Lebih
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat, Dedy Wijaya, mengisyaratkan, di tahun 2009, sekitar 15.000 pekerja berpotensi di-PHK apabila krisis masih berkepanjangan. "Saat ini, 15.000 tenaga kerja tersebut telah dirumahkan," ungkap Dedi di Bandung, Kamis (8/1).
Di awal 2009 ini, kondisi dunia usaha belum juga membaik. Sebagian pelaku usaha masih kesulitan mendaparkan order ekspor. Di sisi lain, biaya produksi dipastikan terus bertambah. Untuk mengurangi beban produksi tersebut, pengusaha terpaksa merumahkan tenaga kerjanya.
"Apabila upaya merumahkan pekerja dinilai kurang berpengaruh, pengusaha akhirnya melakukan PHK. Saat ini, hampir seluruh sektor industri di Jabar telah mem-PHK atau setidaknya merumahkan pekerjanya," ujar Dedi.
Menurut dia, sebagian besar kasus PHK terjadi di wilayah sentra industri. Di antaranya, Karawang, Bekasi, Bogor, Purwakarta, dan Kabupaten Bandung. (www.kompas.com)
Kesimpulan
Dari kasus diatas terjadinya pemutusan hubungan kerja dikarenakan adanya krisis financial yang sedang melanda hampir d setiap Negara bagian dan berimbas di Indonesia.Selain karena sulitnya mencari order ekspor dan mahalnya biaya produksi sehingga memaksa pengusaha untuk merumahkan para pekerjanya. Pemerintah telah mengesahkan undang-undang tentang phk agar para buruh mendapatkan hak nya setelah menjalankan kewajiban.Sebaiknya pemerintah membuka lapangan usaha bagi warga Negaranya dan dapat dimulai dari industry rumahan hingga industry yang besar, dapat dimulai dari hal yang kecil.Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan dihati pembaca.
God Blees You….