Sabtu, 19 November 2011

Hukum Tentang PHK UU No.12 Tahun 1964

UU No.12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja Di Perusahaan Swasta  berbunyi:
Pasal 1
(1)        Pengusaha harus mengusahakan agar jangan terjadi pemutusanhubungan kerja.
(2)        Pemutusan hubungan kerja dilarang:
a.         selama buruh berhalanganmenjalankan pekerjaannya karena keadaan sakit menurut keterangan dokter selamawaktu tidak melampaui 12 (dua belas) bulan terus-menerus;
b.         selama buruh berhalanganmenjalankan pekerjaannya karena memenuhi kewajiban terhadap Negara yang ditetapkan oleh Undang-undang atau Pemerintah atau karena menjalankan ibadatyang diperintahkan agamanya dan yang disetujui Pemerintah.
Pasal 2
            Bilasetelah diadakan segala usaha pemutusan hubungan kerja tidak dapat dihindarkan,pengusaha harus merundingkan maksudnya untuk memutuskan hubungan kerja denganorganisasdi buruh yang bersangkutan atau dengan buruh sendiri dalam hal buruhitu tidak menjadi anggota dari salah-satu organisasi buruh.
Pasal 3
(1)        Bila perundingan tersebut dalam pasal 2nyata-nyata tidak menghasilkan persesuaian paham, pengusaha hanya dapatmemutuskan hubungan kerja dengan buruh, setelah memperoleh izin PanitiaPenyelsaian Perselisihan Perburuhan Daerah (Panitia Daerah), termaksud padapasal 5 Undang-undang No. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian PerselisihanPerburuhan (Lembaran-Negara tahun 1957 No. 42) bagi pemutusan hubungan kerjaperseorangan, dan dari Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat(Panitia Pusat) termaksud pada pasal 12 Undang-undang tersebut di atas bagipemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
(2)        Pemutusan hubungan kerja secarabesar-besaran dianggap terjadi jika dalam satu perusahaan dalam satu bulan,pengusaha memutuskan hubungan kerja dengan 10 orang buruh atau lebih, ataumengadakan rentetan pemutusan-pemutusan hubungan kerja yang dapat menggambarkansuatu itikad untuk mengadakan pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
Pasal 4
            Izintermaksud pada pasal 3 tidak diperlukan, bila pemutusan hubungan kerjadilakukan terhadap buruh dalam masa percobaan.
            Lamanyamasa percobaan tidak boleh melebihi tiga bulan dan adanya masa percobaan harusdiberitahukan lebih dahulu pada calon buruh yang bersangkutan.
Pasal 5
(1)        Permohonan izin pemutusan hubungan kerjabeserta alasan alasan yang menjadi dasarnya harus diajukan secara tertuliskepada Panitia Derah, yang wilayah kekuasaannya meliputi tempat kedudukanpengusaha bagi pemutusan hubungan kerja perseorangan dan kepada Panitia Pusatbagi pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
(2)        Permohonan izin hanya diterima olehPanitia Daerah/ Panitia Pusat bila ternyata bahwa maksud untuk memutuskanhubungan kerja telah dirundingkan seperti termaksud dalam pasal 2, tetapiperundingan ini tidak menghasilkan persesuaian paham.
Pasal 6
            PanitiaDarah dan Panitia Pusat menyelesaikan permohonan izin pemutusan hubungan kerjadalam waktu sesingkat-singkatnya, menurut tata-cara yang berlaku untuk penyelesaianperselisihan perburuhan.
Pasal 7
(1)        Dalam mengambil keputusan terhadappermohonan izin pemutusan hubungan kerja, Panitia Daerah dan Panitia Pusatdisamping ketentuan-ketentuan tentang hal ini yang dimuat dalam Undang-undangNo. 22 tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (Lembaran-Negaratahun 1957 No. 42), memperhatikan keadaan dan perkembangan lapangan kerja sertakepentingan buruh dan perusahaan.
(2)        Dalam hal Panitia Daerah atau PanitiaPusat memberikan izin maka dapat ditetapkan pula kewajiban pengusaha untukmemberikan kepada buruh yang bersangkutan uang pesangon, uang jasa dan gantikerugian lain-lainnya.
(3)        Penetapan besarnya uang pesangon, uangjasa dan ganti kerugian lainnya diatur di dalam Peraturan Menteri Perburuhan.
(4)        Dalam Peraturan Menteri Perburuhan itudiatur pula pengertian tentang upah untuk keperluan pemberian uang pesangon,uangjasa dan ganti kerugian tersebut di atas.
Pasal 8
Terhadappenolakan pemberian izin oleh Panitia Daerah, atau pemberian izin dengansyarat, tersebut pada pasal 7 ayat (2), dalam waktu empat belas hari setelahputusan diterima oleh pihak-pihak yang bersangkutan, baik buruh dan/ataupengusaha maupun organisasi buruh/atau organisasi pengusaha yang bersangkutandapat minta banding kepada Panitia Pusat.
Pasal 9
Panitia Pusat menyelesaikanpermohonan banding menurut tata-cara yang berlaku untuk penyelesaianperselisihan perburuhan dalam tingkat bandingan.
Pasal 10
Pemutusan hubungan kerja tanpaizin seperti tersebut pada pasal 3 adalah batal karena hukum.
Pasal 11
Selama izintermaksud pada pasal 3 belum diberikan, dan dalam hal ada permintaan bandingtersebut pada pasal 8, Panitia Pusat belum memberikan keputusan, baik pengusahamaupun buruh harus tetap memenuhi segala kewajibannya.
Pasal 12
Undang-undangini berlaku bagi pemutusan hubungan kerja yang terjadi diperusahaan-perusahaanSwasta, terhadap seluruh buruh dengan tidak menghiraukan status kerja mereka,asal mempunyai masa kerja lebih dari 3 (tiga) bulan berturut-turut.
Pasal 13
Ketentuan-ketentuanpelaksanaan yang belum diatur di dalam Undang-undang ini ditetapkan olehMenteri Perburuhan.
Pasal 14
Undang-undang ini mulai berlakupada hari diundangkannya.
Agar supaya setiap orang dapatmengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannyadalam Lembaran-Negara Republik Indonesia.

Ringkasan mengenai  UU No. 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan Swasta adalah:
·         Ketentuan perusahaan harus mengusahakan tidak terjadi PHK
·          Larangan PHK karena sakit selama tidak melebihi 12 bulan secara terus menerus dan karena menjalankan kewajiban Negara dan ibadah agama
·          Kewajiban pengusaha merundingkan maksud PHK kepada serikat buruh/buruh
·         PHK hanya dengan izin P4D/P
·          PHK tanpa izin batal karena hukum
·         Selama belum ada izin pengusaha dan buruh harus menjalankan kewajiban

Studi kasus berasal dari artikel Kompas yaitu

PHK di Jabar Capai 20.000 Lebih

BANDUNG, KAMIS — Sejak bulan November 2008, sudah lebih dari 20.000 orang tenaga kerja di Provinsi Jawa Barat kehilangan pekerjaan akibat pemutusan hubungan kerja (PHK). Ancaman PHK masih akan berlanjut pada tahun 2009 di saat dampak krisis finansial global diperkirakan semakin menggoncang sektor riil.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat, Dedy Wijaya, mengisyaratkan, di tahun 2009, sekitar 15.000 pekerja berpotensi di-PHK apabila krisis masih berkepanjangan. "Saat ini, 15.000 tenaga kerja tersebut telah dirumahkan," ungkap Dedi di Bandung, Kamis (8/1).
Di awal 2009 ini, kondisi dunia usaha belum juga membaik. Sebagian pelaku usaha masih kesulitan mendaparkan order ekspor. Di sisi lain, biaya produksi dipastikan terus bertambah. Untuk mengurangi beban produksi tersebut, pengusaha terpaksa merumahkan tenaga kerjanya.
"Apabila upaya merumahkan pekerja dinilai kurang berpengaruh, pengusaha akhirnya melakukan PHK. Saat ini, hampir seluruh sektor industri di Jabar telah mem-PHK atau setidaknya merumahkan pekerjanya," ujar Dedi.
Menurut dia, sebagian besar kasus PHK terjadi di wilayah sentra industri. Di antaranya, Karawang, Bekasi, Bogor, Purwakarta, dan Kabupaten Bandung. (www.kompas.com)

Kesimpulan
Dari kasus diatas terjadinya pemutusan hubungan kerja dikarenakan adanya krisis financial yang sedang melanda hampir d setiap Negara bagian dan berimbas di Indonesia.Selain karena sulitnya mencari order ekspor dan mahalnya biaya produksi sehingga memaksa pengusaha untuk merumahkan para pekerjanya. Pemerintah telah mengesahkan undang-undang tentang phk agar para buruh mendapatkan hak nya setelah menjalankan kewajiban.Sebaiknya pemerintah membuka lapangan usaha bagi warga Negaranya dan dapat dimulai dari industry rumahan hingga industry yang besar, dapat dimulai dari hal yang kecil.Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan dihati pembaca.
God Blees You….


Hukum Perburuhan UU No.12 Tahun 1948


UU No.12 tahun 1948 tentang perburuhan berbunyi
·         pasal 10 ayat 1 yaitu: “ Buruh tidak boleh menjalankan pekerjaan lebih dari 7 jam sehari dan 40 jam seminggu “.
·         Pasal 1 ayat 1 yaitu: “yang dapat membuat (kontrak) perjanjian kerja adalah orang dewasa, yang dimaksud dengan orang dewasa ialah orang laki-laki maupun perempuan yang berumur 18 tahun ke atas”.
Ringkasan mengenai UU No.12 tahun 1948 adalah
·         Larangan mempekerjakan anak
·         Pembatasan waktu kerja 7 jam sehari, 40 jam seminggu
·         Larangan mempekerjakan buruh pada hari libur
·         Waktu istirahat bagi buruh
·         Hak cuti haid
·         Hak cuti melahirkan/keguguran
·         Sanksi pidana untuk pelanggaran ketentuan dalam UU ini

Studi kasus mengenai buruh berasal dari artikel kompas

Nasib Buruh di Jatim Masih Memprihatinkan

SURABAYA, KOMPAS.com - Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Surabaya, Jawa Timur, mengabulkan 274 perkara pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang tahun 2009, sehingga sangat merugikan kaum buruh.

"Negara gagal menjamin hak atas pekerjaan untuk buruh, karena mayoritas putusan mengabulkan PHK," kata Koordinator Aliansi Buruh Menggugat (ABM) Jawa Timur, Jamaludin, di Surabaya, Minggu.

Menurut dia, kasus PHK sepanjang tahun 2009 telah menyebabkan 30.000 buruh lebih kehilangan pekerjaan. Ini terjadi karena pihak Pengawas Ketenagakerjaan Provinsi Jatim tidak merespons kasus PHK yang dilakukan dengan sewenang-wenang. Semua kasus PHK malah diseret ke PHI Surabaya.

"Mayoritas korban PHK itu merupakan buruh berstatus kontrak (outsourcing) dan sejenisnya, sedangkan korban PHK lainnya berawal dari adanya buruh menuntut hak upah, hak berserikat, dan perusahan berdalih mengalami krisis. Hanya sebagian kecil PHK yang disebabkan tindakan indisipliner buruh," katanya.

Ia menilai potret kondisi perburuhan di Jatim sepanjang tahun 2009 masih gelap. Perlindungan dan penegakan hukum masih jauh dari rasa keadilan sosial, belum berorientasi untuk kesejahteraan buruh dan sarat pelanggaran HAM.
   
"PHI terbukti gagal mewujudkan keadilan, kecepatan, murah, tepat, dan kepastian hukum. Pengadilan hanya menjadi alat untuk merampas hak buruh dan juga upah buruh," katanya.
   
Untuk kasus upah minimum kabupaten/kota (UMK) sepanjang tahun 2009, katanya, justru lebih parah, karena sedikitnya 200 perusahaan di Jatim yang melanggar UMK dengan 175 ribu buruh lebih menjadi korban.

"Ironisnya, pengadilan justru merampas upah buruh, seperti Pengadilan Tinggi (PT) di Surabaya yang tidak berwenang mengadili sengketa kebijakan, justru berani dan cepat memutus melalui Putusan 334/PDT/2009/PT.Sby tertanggal 24 Agustus 2009," katanya.

Selain itu, kebijakan Gubernur Jatim dalam penetapan UMK 2010 pada 18 November 2010 melalui Peraturan Gubernur Nomor 69 Tahun 2009, juga merupakan politik buruh murah yang dikampanyekan kaum neoliberal, karena UMK di Jatim hanya naik sekitar 7,63 persen.

"Itu pun masih diwarnai dengan adanya 12 perusahaan yang menangguhkan pembayaran UMK seperti yang dialami buruh Sri Rejeki Pasuruan yang mengalami penangguhan UMK pada tahun 2009 dan perusahaan membayar buruh dengan UMK lama selama proses penangguhan itu, bahkan perusahaan itu juga menangguhkan UMK pada tahun ini," katanya (www.kompas.com)
Kesimpulan
                Menurut artikel diatas hak kaum buruh masih kurang diperhatikan meskipun pemerintah telah membuat undang-undang yang mengatur hak dan kewajiban  kaum buruh serta merevisi undang-undang perburuhan demi meningkatkan  kesejahteraan kaum  buruh.Seharusnya pemerintah maupun pihak yang berwajib lebih memerhatikan nasib para buruh yang masih kurang memanusiakan manusia. Meskipun tidak semua kaum buruh yang mengalami nasib yang kurang baik.Aparat penegak hukum  dan lembaga hukum yang seharusnya menegakkan keadilan bagi masyarakatnya dianggap  gagal. Jadi, marilah bersama-sama antara penegak hukum, lembaga hukum,lembaga yang berkaitan dengan buruh, para kaum buruh  serta perusahaan yang mempekerjakan kaum buruh lebih memerhatikan dan mensejahterakan kaum buruh dimulai dari hal kecil sehingga timbullah simbiosis mutualisme yang saling menguntungkan satu sama lainnya.Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan dihati pembaca.
God Blees You

Senin, 14 November 2011

Hukum Tentang Perikatan atau Perjanjian

Pengertian Perjanjian adalah
suatu peristiwa dimana seseorang telah berjanji kepada orang lain atau dimana dua orang itu telah saling berjanji untuk melakukan sesuatu hal yang penting.

Pengertian Perikatan adalah
suatu penyambungan hukum antara dua orang yang telah berjanji, dimana satu pihak berhak untuk menuntut pihak lain dan pihak lainnya berkewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.


Jenis-jenis perjanjian yaitu
  1. Perjanjian Konsesuil yaitu perjanjian dimana terjadi kesepakatan antara dua pihak tanpa timbul perjanjian diatas kertas.
  2. Perjanjian Riil yaitu perjanjian yang akan terjadi apabila barang yang menjadi pokok utama perjanjian telah diserahkan kepada pihak yang telah dijanjikan
  3. Perjanjian Formil yaitu terjadi perjanjian yang telah disepakati bersama dan tertulis diatas kertas bermaterai daalam bentuk formalitas tertentu 
Agar terjadi sebuah persetujuan yang sah harus memenuhi 4 syarat:
  • Kesepakatan yang mengikat diri
  • Kecakapan dalam membuat suatu perikatan
  • Mengandung pokok persoalan tertentu
  • Mengandung sebab yang tidak melanggar perikatan maupun perjanjian

    Contoh Aplikasi perjanjian atau perikatan adalah
    • Surat Perintah Kerja dalam membangun sebuah rumah berisi spesifikasi bahan bangunan yang dipakai beserta waktu dimulainya suatu proyek






     

    Minggu, 30 Oktober 2011

    Undang-undang dan Peraturan Pembangunan Nasional UU No.24 th 1992 tentang Tata Ruang

    UU No.24 th 1992 tentang Tata Ruang

    Pengertian Ruang
    Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
    Ruang merupakan salah satu sumber daya alam yang tidak mengenal batas, tetapi apabila ruang dikaitkan dengan peraturannya, maka haruslah jelas batas-batas, fungsi dan sistemnya dalam satu kesatuan.
    Ruang wilayah negara Indonesia merupakan asset besar bangsa Indonesia yang harus dimanfaatkan secara terkoordinasi, terpadu dan sefektif mungkin dengan memperhatikan faktor-faktor serta kelestarian lingkungan untuk menopang pembangunan nasional demi tercapainya masyarakat yang adil dan makmur yang berkaitan dengan amanat penataan ruang wilayah Negara RI adalah Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
    Pengertian Tata Ruang
    Tata ruang adalah wujud susunan unsur-unsur pembentuk rona lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan buatan yang secara struktural hubungan satu dengan lainnya membentuk tata ruang dan pola pemanfaatan ruang dengan baik, diantaranya meliputi pola lokasi, sebaran pemukiman, tempat kerja, industri dan pola penggunaan tanah pedesaan dan perkotaan.
    Jadi, Penataan ruang adalah proses perencanaan ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.

     Aplikasi dari Undang-undang tersebut:



    Kawasan Pedesaan :
    Adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman pedesaan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
    Kawasan Perkotaan :
    Kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.



    Daerah :
    Ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek fungsional



    Peraturan-perturan yang terkait dengan pembangunan, perumahan dan pemukiman perkotaan
    Pasal 5
    (1) Setiap warga negara mempunyai hak untuk menempati dan/atau menikmati dan/atau memiliki rumah yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.
    (2) Setiap warga negara mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk berperan serta dalam pembangunan perumahan dan permukiman.
    Pasal 6
    (1) Kegiatan pembangunan rumah atau perumahan dilakukan oleh pemilik hak atas tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    (2) Pembangunan rumah atau perumahan oleh bukan pemilik hak atas tanah dapat dilakukan atas persetujuan dari pemilik hak atas tanah dengan suatu perjanjian tertulis.
    Pasal 7
    (1) Setiap orang atau badan yang membangun rumah atau perumahan wajib :
    a. mengikuti persyaratan teknis, ekologis, dan administratif;
    b. melakukan pemantauan lingkungan yang terkena dampak berdasarkan rencana pemantauan lingkungan;
    c. melakukan pengelolaan lingkungan berdasarkan rencana pengelolaan lingkungan.
    (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
    Pasal 8
    Setiap pemilik rumah atau yang dikuasakannya wajib :
    a. memanfaatkan rumah sebagaimana mestinya sesuai dengan fungsinya sebagai tempat tinggal atau hunian;
    b. mengelola dan memelihara rumah sebagaimana mestinya.
    Pasal 9
    Pemerintah dan badan-badan sosial atau keagamaan dapat menyelenggarakan pembangunan perumahan untuk memenuhi kebutuhan khusus dengan tetap memperhatikan ketentuan Undang-undang ini.
    Pasal 10
    Penghunian, pengelolaan dan pengalihan status dan hak atas rumah yang dikuasai Negara diatur dengan Peraturan Pemerintah.
    Pasal 11
    (1) Pemerintah melakukan pendataan rumah untuk menyusun kebijaksanaan di bidang perumahan dan permukiman.
    (2) Tata cara pendataan rumah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
    Pasal 12
    (1) Penghunian rumah oleh bukan pemilik hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemilik.
    (2) Penghunian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan baik dengan cara sewa-menyewa maupun dengan cara bukan sewa-menyewa.
    (3) Penghunian rumah, sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dengan cara sewa-menyewa dilakukan dengan perjanjian tertulis, sedangkan penghunian rumah dengan cara bukan sewa-menyewa dapat dilakukan dengan perjanjian tertulis.
    (4) Pihak penyewa wajib menaati berakhirnya batas waktu sesuai dengan perjanjian tertulis.
    (5) Dalam hal penyewa sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak bersedia meninggalkan rumah yang disewa sesuai dengan batas waktu yang disepakati dalam perjanjian tertulis, penghunian dinyatakan tidak sah atau tanpa hak dan pemilik rumah dapat meminta bantuan instansi Pemerintah yang berwenang untuk menertibkannya.
    (6) Sewa menyewa rumah dengan perjanjian tidak tertulis atau tertulis tanpa batas waktu yang telah berlangsung sebelum berlakunya Undang-undang ini dinyatakan telah berakhir dalam waktu 3 (tiga) tahun setelah berlakunya Undang-undang ini.
    (7) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
    Pasal 13
    (1) Pemerintah mengendalikan harga sewa rumah yang dibangun dengan memperoleh kemudahan dari Pemerintah.
    (2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
    Pasal 14
    Sengketa yang berkaitan dengan pemilikan dan pemanfaatan rumah diselesaikan melalui badan peradilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    Pasal 15
    (1) Pemilikan rumah dapat dijadikan jaminan utang.
    (2) a. Pembebanan fidusia atas rumah dilakukan dengan akta otentik yang dibuat oleh notaris sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
    b. Pembebanan hipotik atas rumah beserta tanah yang haknya dimiliki pihak yang sama dilakukan dengan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    Pasal 16
    (1) Pemilikan rumah dapat beralih dan dialihkan dengan cara pewarisan atau dengan cara pemindahan hak lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    (2) Pemindahan pemilikan rumah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dengan akta otentik.
    Pasal 17
    Peralihan hak milik atas satuan rumah susun dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
    http://adipatirebby.wordpress.com/2010/11/01/undang-undang-dan-peraturan-pembangunan-nasional/